Jakarta | Publikasi Nasional — Berawal dari rasa keprihatinan terhadap dinamika yang ada, dimana setiap saat kita dapat melihat sebuah dominasi energi negatif secara gamblang dalam proses menjalankan pokok pokok kehidupan yang menyangkut ideologi, politik, ekonomi, social, budaya dan pertahanan.
Degradasi terhadap moralitas menjadikan lemahnya tatanan kehidupan berbangsa, bernegara dan bertanah air. Inkonsistensi terhadap suatu sistem penyelenggaraan negara berjalan dengan sendirinya sebagai celah kepentingan, sehingga celah ini digunakan sebagai kesempatan untuk saling berebut dalam kepentingan individual dan atau kelompok. Seperti masa lalu ; kasus Century, kasus Hambalang, Kasus alqur’an di dalam kementrian Agama, Kasus Banggar di DPR, Kasus Ketenaga kerjaan, kasus pengadaan alat kesehatan oleh Kemenkes, perseteruan antar lembaga pemerintahan dan lembaga tinggi negara, dan masih banyak lagi yang tercermin dalam visualisasi sehari hari.
Hal tersebut di atas merambah pada terkontaminasinya penyakit sosial di komunitas masyarakat dalam kehidupan sehari hari, seperti perkelahian masal antar kampung, tawuran pelajar, penyalah gunaan Narkoba dalam kalangan pejabat, meningkatnya kualitas kriminalitas. Hal yang terus berulang dalam masalah tersebut, bukan tidak mungkin akan memancing terjadinya efek jenuh terhadap sistem kehidupan bermasyarakat dan melahirkan sikap skeptisme dalam menyikapi tatanan kehidupan yang ada dan pada akhirnya memperkuat pola kehidupan secara individualisme.
Belum lagi dihadapkan oleh suatu sistem arus informasi global yang mengarah kepada kebebasan dalam artian sebebas bebasnya yang cenderung dapat mendukung berkembangnya energi negatif melalui pemberitaan pemberitaan, dimana kita dengan sangat mudah mendapatkan segala akses informasi tersebut melalui jejaring sosial atau internet yang bersifat lebih mengarah kepada kegiatan individualistis.
Dari sikap skeptisme yang dibarengi oleh arus informasi global dan kesempatan menggunakan kegiatan yang bersifat individual, maka semakin kuatlah energi negatif yang terbentuk dari dinamika permasalahan permasalahan yang ada. Hal ini lama kelamaan akan mengikis tatanan dari pokok pokok kehidupan bersosial dan bermasyarakat yang pada akhirnya menghambat pembangunan Bangsa secara menyeluruh.
Generasi Bangsa cenderung lebih diarahkan untuk memilih kegiatan yang bersifat kepentingan individualistis ketimbang harus memikirkan pembangunan bangsa, karena hal tersebut lebih menguntungkan dalam proses berkehidupannya.
Dinamika tersebut di atas merupakan bentuk pengembangan wawasan secara aktual yang mengarah pada degradasi moralitas bangsa. Hal ini harus segera teratasi dengan bukan hanya sekedar retorika, tetapi perlu penanganan serius guna mencetak generasi penerus agar tidak terkontaminasi dengan tatanan pola kehidupan yang ada sekarang.
Permasalahan tersebut berawal pada bentuk sistem pendidikan yang selalu berubah ubah arah. Diperparah lagi dihapuskannya materi pendidikan yang berhubungan dengan wacana Ideologi sebagai wawasan pengembangan secara nasional, seperti pelajaran Panca Sila, Pendidikan Kewargaan Negara, Budi pekerti, Sejarah Nasional dan lain lainnya. Hal ini sama saja menghilangkan jiwa nasionalisme bangsa yang seharusnya menjadi titik awal dalam melakukan kehidupan berbangsa dan bernegara. Belum lagi bicara masalah keadilan dan kemakmuran bangsa. Maka jika hal ini didiamkan dengan pola pendidikan yang salah, bukan tidak mungkin Negara yang saat ini dalam bayang bayang kehancuran akan benar benar hancur.
Modal yang paling mendasar adalah dikembalikannya lagi secara dini sebuah metode pengajaran atau pendidikan yang mempunyai karakter budaya bangsa, karena pokok pokok kehidupan yang tepat harus dimulai dari pembenahan moralitas bangsa melalui aspek ideologi. Dari pembangunan jiwa bangsa yang sehat menuju peroses perkembangan bangsa yang mengarah pada persatuan dan kesatuan bangsa.
Didalam pasal 31 Undang Undang Dasar 1945 pemerintah bertanggung jawab terhadap masalah pendidikan bangsa, tetapi secara implisit masyarakat dan elemen bangsa juga harus ikut bertanggung jawab tentang jalannya proses pendidikan secara nasional sehingga menjadi sebuah sistem yang terintegrasi.
Berangkat dari rasa keprihatinan yang ada, terfikir jika generasi bangsa sekarang tidak diselamatkan oleh sistem pendidikan yang menunjang, maka retorika kehancuran bangsa ini akan menjadi teraktualisasikan.
Dengan rasa tanggung jawab terhadap kesinambungan bangsa Indonesia ini, PKBTS mencoba untuk melakukan hal yang positif dengan terjun secara langsung ke komunitas pelajar atau peserta didik khususnya dan masyarakat umum lainnya dengan menciptakan sistem yang terintegrasi melaui sistem pendidikan sosial (non formal), yang diberi nama ; Program Pengembangan berkelanjutan yang terintegrasi atau ISDP (Integrated Sustainable Development Program).
ISDP merupakan Grand design atau perencana’an besar yang yang bersifat keberlanjutan atau terus menerus, terdiri dari 3 (tiga) proram pokok yang saling terkait, diantaranya ;
- Progam Pengkaderan
-
Program Produksi aktif
-
Program Informasi dan Komunikasi.
Dukungan terhadap semua elemen masyarakat yang peduli terhadap masa depan Bangsa akan sangat dibutuhkan dalam menjalankan proses kesungguhan dalam menyikapi keprihatinan bangsa ini. Untuk itu PKBTS, sebagai salah satu kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan non formal berusaha menjalin kesatuan semua elemen Bangsa guna menyelamatkan Bangsa ini melalui jalur Pendidikan Nasionalis Kebangsaan. Seniman ; Dwi Siswanto.
(Red)